Cari Blog Ini

Rabu, 01 Juni 2011



MASA DEPANMU SUDAH DITENTUKAN SEBELUM KAU LAHIR.

sama2 mematikan 

#fuckyeahmahasiswa.tumblr.com

Download (Standard Nasional Indonesia) SNI Bangunan dan Konstruksi

Daftar SNI Bidang Konstruksi Dan Bangunan
1SNI 02-2406-1991Tata Cara Perencanaan Umum Drainase PerkotaanTata cara ini digunakan untuk memperoleh hasil perencanaan drainase perkotaan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan teknik perencanaan
2SNI 03-0090-1999Spesifikasi Bronjong KawatStandar ini menetapkan dimensi bronjong kawat dan persyaratan bahan baku, syarat mutu, pengambilan contoh, syarat lulus uji, pengemasan dan syarat penandaan bronjong kawat.
3SNI 03-0675-1989Spesifikasi Ukuran Kusen Pintu Kayu, Kusen Jendela Kayu, Daun Pintu Kayu Untuk Bangunan Rumah dan GedungSpesifikasi ini bertujuan untuk mewujudkan pembuatan, pemasangan, dan pengawasan pelaksanaan yang optimal
4SNI 03-1724-1989Tata Cara Perencanaann Hidrologi dan Hidraulik untuk Bangunan di Sungai.Tata cara ini digunakan dalam mendesain Bangunan disungai (bangunan pemanfaatan, konservasi dan silang) agar memenuhi persyaratan persyaratan hidrologi dan hidraulik, dan bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan keandalan bangunan di sungai dan sungainya sendiri.
5SNI 03-1725-1989Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya.Tata Cara ini digunakan dalam menen-tukan beban-beban gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pedoman ini dimaksudkan untuk mencapai perenca-naan ekonomis sesuai kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga proses perencanaan menjadi efektif.
6SNI 03-1726-2002Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung.Standar ini menetapkan ketentuan, perencanaan umum struktur gedung, perencanaan struktur gedung tak beraturan, kinerja struktur gedung, pengaruh gempa pada struktur bawal, pengaruh gempa pada unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin listrik. Syarat-syarat perencana struktur gedung tahan gempa yang ditetapkan dalam standar ini tidak berlaku untuk bangunan sebagai berikut: 1)gedung dengan sistem struktur yang tidak umum atau yang masih memerlukan pembuktian tentang kelayakannya; 2) gedung dengan sistem isolasi landasan (hase isolation) untuk meredam pengaruhi gempa terhadap struktur atas; 3) Bangunan Teknik Sipil seperti Jembatan, bangunan air, dinding, dan dermaga pelabuhan, anjungan lepas pantai dan bangunan non gedung lainnya; 4).Rumah tinggal satu tingkat dan gedung-gedung non-teknis lainnya.
7SNI 03-1727-1989Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan GedungTata cara ini digunakan untuk memberikan beban yang diijinkan untuk rumah dan gedung, termasuk beban-beban hidup untuk atap miring, gedung parkir bertingkat dan landasan helikopter pada atap gedung tinggi dimana parameter-parameter pesawat helikopter yang dimuat praktis sudah mencakup semua jenis pesawat yang biasa dioperasikan. Termasuk juga reduksi beban hidup untuk perencanaan balok induk dan portal serta peninjauan gempa, yang pemakaiannya optional, bukan keharusan, terlebih bila reduksi tersebut membahayakan konstruksi atau unsur konstruksi yang ditinjau
8SNI 03-1728-1989Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan GedungTata cara ini digunakan untuk memberikan landasan dalam membuat peraturan-peraturan mendirikan bangunan di masing-masing daerah, dengan tujuan menyeragamkan bentuk dan isi dari peraturan-peraturan bangunan yang akan dipergunakan di seluruh kota-kota di Indonesia
9SNI 03-1729-2002Tata Cara Perencanaan Bangunan Baja Untuk GedungTata cara ini digunakan untuk mengarahkan terciptanya pekerjaan perencanaan dan pelaksanaan baja yang memenuhi ketentuan minimum serta mendapatkan hasil pekerjaan struktur yang aman, nyaman dan ekonomi
10SNI 03-1730-2002Tata Cara Perencanaan Gedung Sekolah Menengah UmumTata cara ini mencakup : ” perencanaan arsitektur, struktur / konstruksi dan utilitas gedung; ” Sistem pendidikan sekolah menengah umum; ” Perubahan sistem pendidikan sekolah menengah umum; ” Pembakuan gedung sekolah menengah umum.
11SNI 03-1731-1989Tata Cara Keamanan Bendungan.Tata cara ini digunakan dalam melaksanakan kegiatan desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta penghapusan bendungan dengan tujuan untuk menjamin keamanan bendungan dan lingkungannya.
12SNI 03-1732-1989Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Analisa Metode KomponenTata Cara ini merupakan dasar dalam menentukan tebal perkerasan lentur yang dibutuhkan untuk suatu jalan raya.
13SNI 03-1733-2004Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota.Tata cara ini bertujuan untuk menghasilkan suatu lingkungan perumahan yang fungsional sekurang-kurangnya bagi masyarakat penghuni
14SNI 03-1734-1989Tata Cara Perencanaan Beton Bertulang dan Struktur Dinding Bertulang Untuk Rumah dan GedungTata cara ini digunakan untuk mempersingkat waktu perencanaan berbagai bentuk struktur yang umum dan menjamin syarat-syarat perencanaan tahan gempa untuk rumah dan gedung yang berlaku
15SNI 03-1735-2000Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.Tata cara ini digunakan dalam merencanakan bangunan dan lingkungannya khususnya dalam hal pencegahan terhadap bahaya kebakaran meliputi pengamanan dan penyelamatan terhadap jiwa, harta benda dan kelangsungan fungsi bangunan
16SNI 03-1736-2000Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebaka-ran pada Bangunan Rumah dan GedungTata cara ini digunakan untuk perencanaan struktur bangunan terhadap pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung
17SNI 03-1737-1989Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) untuk Jalan RayaTata cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi di bawahnya.
18SNI 03-1738-1989Metode Pengujian CBR LapanganMetode ini digunakan untuk mengetahui nilai CBR (California Bearing Ratio) langsung di tempat (in place) atau bila diperlukan dapat dilakukan dengan mengambil contoh tanah asli dengan cetakan CBR (undisturb).
19SNI 03-1739-1989Metode Pengujian Jalar Api Pada Permukaan Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Rumah dan Gedung. Judul direvisi menjadi :Cara Uji Jalar Api pada Permukaan Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan GedungMetode ini digunakan untuk menentukan mutu bahan bangunan dalam kelompok sukar terbakar (semi non-combustible), menahan api (fire retardant), agak menahan api (semi fire retardant) dan mudah terbakar (easilytible) Standar ini memuat petunjuk pengujian jalar api pada permukaan bahan yang meliputi peralatan uji, ukuran dan jumlah benda uji, prosedur pengujian dan kriteria hasil uji. Pada standar ini tidak mencakup pengaturan tentang keselamatan kerja, bagi pengguna harus menetapkan tersendiri ketentuan tentang keselamatan kerja tersebut.
20SNI 03-1740-1989Metode Pengujian Bakar Bahan Bangunan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung Judul direvisi menjadi :Cara Uji Bakar Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan GedungMetode ini digunakan untuk menentukan sifat bahan bangunan yang tidak terbakar dan yang dapat terbakar pada bangunan rumah dan gedung Standar ini memuat petunjuk pengujian bakar yang meliputi peralatan uji, ukuran dan jumlah benda uji, prosedur pengujian dan kriteria hasil uji Pada standar ini tidak mencakup pengaturan tentang keselamatan kerja, bagi pengguna harus menetapkan tersendiri ketentuan tentang keselamatan kerja tersebut.
Sumber:http://www.pu.go.id/balitbang ,
tekniksipil.wordpress.com
SNI Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan dibidang Sipil. .
  1. SNI DT-91-0006-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah. (download)
  2. SNI DT-91-0007-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi. (download)
  3. SNI DT-91-0008-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton. (download)
  4. SNI DT-91-0009-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan dinding. (download)
  5. SNI DT-91-0010-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan plesteran. (download)
  6. SNI DT-91-0011-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan kayu. (download)
  7. SNI DT-91-0012-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding. (download)
  8. SNI DT-91-0013-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan langit-langit. (download)
  9. SNI DT-91-0014-2007 – Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi dan aluminium. (download).
SNI : Gempa-Beton-Baja.
  • STANDAR Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI – 1726 – 2002 (down-load 373 kb)
  • BSN : Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, SK SNI 03 – xxxx – 2002 , versi 16 Desember 2002 (down-load 3,535 kb)
  • TATA CARA Perencanaan Struktur BAJA untuk Bangunan GEDUNG, SNI 03 – 1729 – 2002 (down-load PDF 2,693 kb)
SNI lainnya
  • SNI 03-1735-2000 – Tentang tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan. (download)
  • SNI 15-7064-2004 – Semen Portland Komposit (download)
  • SNI 03-1725-1989 – Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (download)
  • RSNI T-02-2005 (SNI jembatan) [Download]
  • RSNI T-03-2005 Perencanaan stuktur baja untuk jembatan [Download]
  • RSNI T-12-2004 Perencanaan struktur beton untuk jembatan [Download]
Lainnya:
  1. SNI 03 -1729-2002 tata cara perencanaan-struktur-baja-untuk bangunan-gedung
  2. SNI 03 -2847-2002 tata-cara-perencanaan-struktur beton untuk-bangunan-gedung
  3. SNI 00 -1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
  4. SNI 01 -7088 -2005 bentuk baku konst pukat tarik dasar kecil tipe 2 (dua) Seam atau panel
  5. SNI 03 -0675 -1989 spesifikasi ukuran kayu & kusen
  6. SNI 03 -1724 -1989 Tata cara perencanaan Hidrologi dan Hidrolika untk bangunan sungai
  7. SNI 03 -1724 -1989 Tata cara perencanaan Hidrologi dan Hidrolika untk bangunan sungai2
  8. SNI 03 -1730 -2002 Tata Cara Perencanaan Gedung Sekolah Menegah Umum
  9. SNI 03 -1732 -1989 Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
  10. SNI 03 -1740 -1989 Cara uji bakar bahan bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung
  11. SNI 03 -2399 -2002 Tata cara perencanaan MCK Umum
  12. SNI 03 -3985 -2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujuan sistem kebakaran
  13. SNI 07 -0954 -2005 Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan
  14. SNI 1452-2007_Tabung Baja LPG_OK
  15. SNI 03 -1745 -2000 Pencegahan bahaya kebakaran
  16. SNI 03 -1745 -2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang utk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung
  17. SNI 03 -1746 -2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
  18. SNI 03 -3985 -2000 Sistem deteksi kebakaran di bgnan
  19. SNI 03 -6481 -2000 Sistem Plumbing
  20. SNI 03 -6570 -2001 Instalasi pompa utk deteksi kebakaran di bgnan
  21. SNI 03 -6571 -2001 Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung.
  22. SNI 03 -6575 -2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan
**sumber: wancik.wordpress.com, wiryanto.wordpress.com, www.ilustri.org

Materi Materi Ekonomi Teknik

INI KALO MAU VIEW MATERI EKOTEK:

klik link dibawah rek....

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:7tyk2bRa-lAJ:haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19541/EKONOMI%2BTEKNIK%2BDIKTAT.pdf+ekonomi+teknik&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjVaYYOBoWZL3_zNHSOHnzPSgpWGn1UvEAVaeEu2dsZ7k_8ahwlA1dR6a4cmAshGrnRtkHambuPuCtInbbGTo2CKcwSzgOHgevL5zQ8S5KhbQOBcr47MxLxws59n1KAYuj6Oagr&sig=AHIEtbSqy38SuqqqR-Eq3HrOiWmJBtROZw

Cara Membuat Kurva S


Akhirnya gue mengerjakan Proyek Akhir juga. Apa itu Proyek Akhir? Proyek Akhir itu Skripsinya Mahasiswa Universitas Negeri Malang yang ambil studi D3. Lalu apa hubungannya dengan judul post ini?

Nah, begini ceritanya. Judul Proyek Akhir gue “Studi Perbandingan Biaya dan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Dinding Menggunakan Batu Bata Ringan Citicon Dengan Batu Bata Merah  Proyek Pembangunan Rumah Dua Lantai Perumahan Araya Kavling 43 & 45”, panjang ya? Karena menurut gue yang panjang itu pasti keren!

Nah, seperti yang tertera dalam judul, gue membahas tentang biaya dan waktu. Untuk perhitungan biaya proyek, teman-teman dapat membaca di post gue sebelumnya tentang cara-cara perhitungan RAB (klik disini). Setelah perhitungan RAB, para kontraktor harus meneruskan pekerjaannya menghitung RAP atau Rencana Anggaran Pelaksanaan. RAP kebutuhan material dan tenaga secara detail untuk menyelesaikan suatu bangunan, atau dapat juga dimaksud dengan penjabaran dari RAB (Rencana Anggaran Biaya). Pada umumnya RAB digunakan untuk mengajukan penawaran pekerjaan borongan, sedangkan RAP digunakan untuk menentukan jumlah material dan tenaga dalam pelaksanaan pembangunan.

Kemudian setelah jumlah duit berhasil diketahui, maka kontraktor dapat melangkah ke pembuatan kurva S. Untuk contoh mudahnya saya ambilkan dari proyek yang kapasitasnya kecil (gue belum dapat persetujuan untuk mempublikasikan RAB, RAP dan kurva S proyek yang gue gunakan sebagai obyek Proyek Akhir. Sori…).

Tapi sebelum itu, mari kita kenal dulu apa itu kurva S atau dalam bahasa kerennya disebut S-Curve. Kurva S secara grafis adalah penggambaran kemajuan kerja (bobot %) kumulatif pada sumbu vertikal terhadap waktu pada sumbu horisontal. Kemajuan kegiatan biasanya diukur terhadap jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh proyek. Perbandingan kurva “S” rencana dengan kurva pelaksanaan memungkinkan dapat diketahuinya kemajuan pelaksanaan proyek apakah sesuai, lambat, ataupun lebih dari yang direncanakan.

Bobot kegiatan adalah nilai persentase proyek dimana penggunaannya dipakai untuk mengetahui kemajuan proyek tersebut.



Misalnya sebuah proyek memiliki bobot pekerjaan seperti pada tabel di bawah ini.



Maka perhitungan bobot kegiatan (2), beton/dinding adalah:



Setelah mendapatkan bobot kegiatan, selanjutnya adalah membuat tabel bar chartdan bobot kegiatan yang didistribusikan ke setiap periode kegiatan. Misalnya, kegiatan beton/dinding akan dilaksanakan selama enam minggu, maka bobot kegiatan beton/dinding per periode adalah:



Hasil setiap periode dijumlahkan dan selanjutnya bobot per periode ditambahkan periode sebelumnya sehingga akhir proyek akan mencapai bobot 100 %. Selanjutnya, dibuatkan kurva dengan memplot nilai bobot per periodenya, seperti pada gambar di bawah ini.


klik untuk perbesar


Banyak orang bingung tentang bagaimana mengalokasikan waktu untuk tiap-tiap jenis kegiatan pekerjaan (dalam gambar tertera bahwa pekerjaan beton/dinding dialokasikan menjadi 6 minggu). Mungkin bagi para ahli manajemen proyek, ini bukan hal yang sulit namun bagi gue hal ini cukup membuat gue tidak bisa tidur semalaman.

Untuk mengalokasikan waktu dari sebuah pekerjaan kita dapat menggunakan cara volume pekerjaan dinding keseluruhan harus dibagi dengan kecepatan konstruksi material batu bata merah, yaitu 6 – 8 m2/hari.

Jika dalam pembuatan Time Schedule waktu dibagi menjadi per minggu, maka hasil pembagian volume pekerjaan dengan kecepatan konstruksi harus dibagi dengan tujuh hari dalam satu minggu.

Misalnya pada contoh proyek pada lantai satu memiliki volume pekerjaan dinding sebesar 51 m3. Maka langkah untuk menghitung alokasi pekerjaan, pertama adalah konversi satuan volume dari m3 menjadi m2, karena 1 m3 sama dengan 6,7 m2(tebal bata pada umumnya), maka:

51 m3 x 6,7 = 341,7 m2

Kemudian satuan luas yang didapat dari konversi volume pekerjaan dibagi dengan kecepatan konstruksi dinding menggunakan pasangan batu bata merah:



Jika dalam time schedule waktu pelaksanaan didistribusikan menjadi satuan minggu, maka jumlah hari yang diperoleh harus dibagi dengan tujuh hari:



Jadi jika bobot pekerjaan dinding batu bata merah misalnya 5,787 %, maka persentase tersebut harus dibagi dengan jumlah minggu yang ditemukan. Kemudian hasilnya dimasukkan pada chart pada time schedule dalam satuan persen yang telah ditemukan, yaitu 0,965 %.



Nah, sekarang sudah dapat kita ketahui darimana angka 0,965 di gambar time schedule di atas dan bagaimana cara alokasi waktu enam minggu untuk pekerjaan beton/dinding.

Semoga post ini bermanfaat bagi teman-teman sekalian. Pada post berikutnya gue janji akan membagikan Proyek Akhir gue pada teman-teman sekalian. Tentunya kalau Proyek Ahir gue sudah diuji. Gue harap teman-teman sudi memberikan kritik dan saran.(download laporan Proyek Akhir saya di sini)

NB: Sebagai referensi teman-teman dapat unduh file contoh perhitungan RAB dan pembuatan kurva-S (klik disini).

Sumber: 

Sabtu, Mei 01, 2010

Membuat Kurva-S [Manajemen Proyek]

Grafik Analog Dasar

Grafik Analog adalah mata kuliah dasar mempelajari teknik-teknik menggambar arsitektur yang benar. Disini mahasiswa diajari berbagai macam teknik presentasi gambar arsitektur secara manual. Menurut saya ini adalah sebuah dasar ilmu arsitektur yang paling mendasar, yaitu mempresentasikan gambar yang benar. Untuk konsep akan dipelajari di semester berikutnya dengan harapan teknik akan berkembang semakin mapan.

Alat yang dibutuhkan.
Kebutuhan minimal untuk mengikuti perkuliahan Grafik Analog II adalah:
Memiliki 3 macam ukuran pensil Hitam, yaitu 2B, 3B dan 4B. Itu sudah mencukupi untuk kebutuhan sketsa pensil.



Untuk di kertas kalkir kita membutuhkan Rapido, dibutuhkan minimal 3 ukuran juga yaitu, 0.1 mm, 0.2 mm, dan 0.3 mm.



Untuk warna bisa menggunakan pensil warna, cat air dan cat poster.






Berikut ini adalah contoh hasil dari drawing saya. 

Material dan Pohon



Manusia dan kendaraan.









SELAMAT MENGGAMBAR !

Pencitraan Kota


PENDAHULUAN
Kevin Lynch dalam bukunya yang terkenal
dengan judul “The Image of The City” (1960)
telah melakukan penelitian tentang citra kota di
kota-kota : Boston, New Jersey dan Los Angeles.
Pada perkembangan selanjutnya penelitian Kevin
Lynch dilanjutkan oleh beberapa peneliti lain di
kota-kota Amerika Utara dan Eropa (Pocock,
1987) dengan tetap menggunakan metode yang
sama seperti yang digunakan oleh Kevin Lynch.
Tulisan ini disusun oleh penulis berdasarkan
beberapa studi kepustakaan yang berkaitan
dalam rangka memberikan wawasan kepada
calon peneliti di Indonesia yang berminat untuk
mengembangkan penelitian pemahaman citra
kota. Dengan demikian munculnya pertanyaan
yang timbul dalam benak seorang calon peneliti
bagaimana suatu kota yang telah direncanakan
dan dirancang oleh ahlinya dapat dipahami oleh
masyarakat luas akan dapat dilakukan dengan
mudah.


PENDEKATAN TEORI
1. Upaya pemahaman kota
Lingkungan fisik kota terbentuk oleh
berbagai unsur tiga dimensi: sifat rancangan;
lokasi dan kaitan posisi elemen satu dengan
elemen lainnya, merupakan faktor penentu
kejelasan ciri-sifat lingkungan tersebut (Sudrajat,
1984). Meskipun unsur pembentuk lingkungan
perkotaan di berbagai tempat pada dasarnya
relatif sama, tetapi susunannya selalu berlainan,
sehingga bentuk, struktur dan pola lingkungan
yang dapat dipahami dan dicerna manusia pada
tiap lingkungan kota senantiasa berbeda-beda.
Dibandingkan dengan bentuk lingkungan
binaan yang lain, ciri khas kota sebagai karya
arsitektur tiga dimensi terletak pada konstruksi
keruangannya yang mempunyai skala luas dan
rumit. Kota, selain sebagai obyek persepsi dan
tempat berperilaku warga yang beraneka ragam,
juga merupakan sasaran tindakan para perencana
dan perancang kota yang secara langsung
ataupun tidak langsung mengubah struktur kota
berdasarkan alasannya masing-masing, sehingga
meskipun lingkungan perkotaan secara garis
besar nampak selalu mantap dan utuh, dalam
kenyataannya senantiasa mengalami perubahan
didalamnya.
Hubungan timbal balik manusia dengan
lingkungan perkotaan merupakan proses dua
arah yang konstruktif, didukung baik oleh cirisifat
yang dapat memberikan image (citra)
lingkungan, maupun oleh ciri-sifat kegiatan dan
kejiwaan manusia. Dalam hubungan timbal balik
tersebut, lingkungan perkotaan tampil dengan
ciri-sifat sebagai berikut (Ittleson dalam Sudrajat,
1984):
1). Lingkungan perkotaan selalu terbuka,
2). Lingkungan perkotaan selalu beraneka
ragam,
3). Lingkungan perkotaan selalu memberikan
informasi secara langsung maupun tidak
langsung,.
4). Lingkungan perkotaan selalu menyajikan
informasi berlebih,
5). Lingkungan perkotaan selalu menyertakan
tindakan,
6) Lingkungan perkotaan dapat membangkitkan
tindakan,
7). Lingkungan perkotaan selalu memiliki atmosfir,
8). Lingkungan perkotaan selalu memiliki
kualitas sistemik ,
Upaya pemahaman lingkungan perkotaan
dapat dijelaskan melalui model kerja yang terdiri
dari lima komponen (Sudrajat, 1984), yaitu: (1)
komponen lingkungan perkotaan; (2) ciri-sifat
manusia sebagai pengamat; (3) matra hubungan
timbal balik manusia dengan lingkungan; (4)
citra lingkungan; dan (5) tujuan utama
pemahaman lingkungan perkotaan.
Upaya pemahaman citra kota bagi
pemenuhan kebutuhan, kelangsungan dan
kesejahteraan hidup manusia mempunyai empat
tujuan utama, yaitu:
1). Rekognisi, untuk dapat mengetahui dimana
manusia berada, apa yang tengah terjadi, dan
untuk mengenali obyek umum yang ada
disekitarnya.
2). Prediksi, untuk dapat meramalkan apa yang
mungkin atau akan terjadi.
3). Evaluasi, untuk dapat menilai kualitas,
kondisi, situasi, dan prospek keluaran.
4). Tindakan, untuk dapat menyusun alternatif
tindakan dan memutuskan apa yang akan atau
harus dilakukan.
Gambar 1. Struktur Pemahaman Lingkungan
Perkotaan
(Sumber : Sudrajat, 1984)
Keempat tujuan utama pemahaman citra
perkotaan diatas dibutuhkan manusia sebagai
pengamat dalam memenuhi tuntutan kecenderungannya
untuk selalu: menafsirkan peristiwa
baru ke dalam peristilahan yang sederhana dan
sudah dikenal, melakukan kategori penilaian,
membuat pembedaan, penentuan dan keputusan
yang berkaitan dengan lingkungan perkotaannya.
2. Hubungan antara Manusia dengan
Lingkungannya
Holahan (1982), menyatakan bahwa
hubungan antara manusia dengan lingkungan
yang menurutnya bersifat saling menyesuaikan
dan dengan kemampuan kognisi yang
dipunyainya, manusia selalu berikhtiar untuk
memperoleh keselarasan dengan lingkungannya.
Rapoport (1982) berpendapat bahwa para
perancang cenderung bereaksi terhadap
lingkungan dengan istilah persepsual, sedangkan
publik menikmati dan para pemakai bereaksi
terhadap lingkungan dengan istilah assosiasional.
Aspek persepsual adalah isyarat yang mulamula
diperhatikan dan diperbedakan. Aspek
assosiasional mengambil persamaan diantara
isyarat-isyarat dan memakainya dengan
hubungan yang bermanfaat atau penggabungan
bermanfaat.
Proses dasar yang menyangkut interaksi
manusia dengan lingkungannya adalah informasi
tentang lingkungan yang diperoleh melalui
proses persepsi (Lang, 1987).
Proses psikologis dalam hubungan antara
manusia dengan lingkungan dapat disederhanakan
menurut gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme Hubungan Persepsi,
Kognisi, Motivasi dan Sikap
(Sumber : Santoso, 1993)
a. Persepsi
Persepsi dapat diartikan sebagai pengamatan
yang secara langsung dikaitkan dengan suatu
makna tertentu. Proses yang melandasi persepsi
berawal dari adanya informasi dari lingkungan.
Rapoport (1982) berpendapat bahwa persepsi
menggambarkan pengalaman langsung indera
manusia terhadap lingkungan bagi mereka yang
ada didalamnya dalam waktu tertentu.
Tidak semua rangsang (informasi) diterima
dan disadari oleh individu, melainkan diseleksi
berdasarkan orientasi nilai yang dimilikinya dan
juga pengalaman pribadi. Keseluruhan informasi
yang telah menyatu menjadi sesuatu yang utuh,
kemudian diberi tafsiran (interpretasi makna),
antara lain atas dasar orientasi nilai dan
pengalaman pribadi individu. keluaran keseluruhan
proses ini adalah pengangkapan/
penghayatan. Antara seleksi, pembualatan dan
tafsiran menjadi hubungan ketergantungan
(interdependen), namun ciri khas individualnya
diperoleh dari orientasi nilai dan pengalaman
pribadi.
b. Kognisi
Menurut Rapoport (1982), kognisi adalah
cara yang digunakan manusia untuk menjelaskan
bagaimana manusia memahami, menyusun dan
mempelajari lingkungan dan menggunakan petapeta
mental untuk menegosiasikannya. Berdasarkan
definisi tersebut, yang ada pada individu
manusia sebenarnya satu sistem kognisi. Sistem
tersebut merupakan hasil proses kognitif yang
terdiri dari kegiatan-kegiatan :
1). Persepsi;
2). Imajinasi;
3). Berfikir (thinking);
4). Bernalar (reasoning); dan
5). Pengambilan keputusan.
3. Peta kognitif dan pemetaan kognisi
Peta mental mempunyai pengertian yaitu
satu upaya pemahaman suatu tempat khususnya
terhadap kota. Istilah diatas berpegang kepada
definisi dan teori yang dirintis oleh David Stea
dan Roger Down. Mereka mendefinisikan satu
pengertian: "Proses yang memungkinkan kita
untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, menyimpan
dalam ingatan, memanggil, serta
menguraikan kembali informasi tentang lokasi
relatif dan tanda-tanda tentang lingkungan
geografis kita" (Holahan, 1982).
Peta mental merupakan proses aktif yang
dilakukan oleh pengamat, oleh karena itu
penghayatan pengamat terhadap lingkungan
perkotaan terjadi secara spontan dan langsung.
Spontanitas tersebut terjadi karena pengamat
selalu menjajaki (eksplorasi) lingkungannya dan
dalam penjajakan itu pengamat melibatkan setiap
obyek yang ada di lingkungannya dan setiap
obyek menonjolkan sifat-sifatnya yang khas
untuk pengamat bersangkutan.
Holahan (1982), menyebutkan bahwa peta
mental sebagai komponen dasar dalam manusia
beradaptasi dengan lingkungan kotanya.
Disamping itu peta mental dipandang sebagai
persyaratan baik untuk kelangsungan hidup
manusia maupun untuk perilaku spasial setiap
harinya, dinayatakan pula bahwa peta mental
adalah representasi individu yang tertata dari
beberapa bagian lingkungan geografisnya.
Daya cipta akibat proses penghayatan,
pengamatan dan pengenalan (kognisi) lingkungan
kota terbentuk atas unsur-unsur yang
diperoleh dari pengalaman langsung, apakah
seseorang telah mendengar mengenai suatu
tempat, dan dari informasi yang dia bayangkan
(Neiser dalam Lang, 1987). Dari uraian di atas
menunjukkan bahwa pengamat tidak hanya
seorang yang tinggal dan berada di dalam kota
tertentu, dapat juga seorang pengamat yang tidak
tinggal di kota tersebut tetapi mengetahui cukup
banyak tentang kota tersebut apakah dari
pengalaman langsung atau mendengar berdasarkan
informasi tertentu sehingga ia mencoba
untuk membayangkan. Informasi yang diperoleh
melalui pengalaman langsung disebut dengan
informasi pratama, menyajikan pengetahuan
lingkungan perkotaan secara teraga kepada
pengamat. Sedangkan informasi yang diperoleh
melalui komunikasi disebut sebagai informasi
dwitia, meyajikan pengetahuan lingkungan
perkotaan secara simbolik kepada pengamat,
yang isinya merupakan pelaporan atau penilaian
pengalaman orang lain tentang suatu tempat atau
suatu ruang (Sudrajat, 1984). Gambar 3
memperlihatkan sumber informasi tentang
lingkungan perkotaan.
Gambar 3. Sumber Informasi tentang Lingkungan
Perkotaan.
(Sumber : Sudrajat, 1984)
Milgram, Evans, Lee, Michelson, Orleans
dan Appleyard (dalam Holahan, 1982) mencoba
untuk mengadakan penelitian pemahaman kota
dengan menekankan kepada perbedaan kemampuan
individual pengamat. Hasilnya adalah
terdapat korelasi yang sangat erat antara sistem
aktivitas individual dengan daya kognisi yang
dimiliki individual tentang lingkungan fisiknya.
Kemampuan individu pengamat dalam
menghayati, memahami dan mengenali kota
selalu berbeda-beda. Faktor-faktor yang membedakan
antara lain:
1). Gaya hidup
2). Keakraban dengan kondisi lingkungan
3). Kekraban sosial
4). Kelas sosial
5). Perbedaan seksual
Masalah yang umum dalam pemetaan
kognitif adalah "memberi nilai" detail dari
gambaran tentang areal (konteks) yang dipersoalkan
(sebuah lingkungan perkotaan).
Kerancuan ini seringkali membuat realibilitas
rendah didalam "pemberian nilai" tersebut.
Kerancuan lain adalah bahwa beberapa pengamat
tidak menggambar "peta-peta"-nya dengan cukup
baik untuk menginterpretasikan apa yang
dimaksud. Bechtel (1987) memberi petunjuk
bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi hal ini
adalah melatih para peneliti yang menyimpulkan
data dalam hal kejelasan dan konsistensi
terhadap apa yang disimpulkan. Sedangkan
Pocock (1978) memberi petunjuk bahwa akurasi
hasil pemetaan kognitif seyogyanya tidak
mendasarkan kepada pembuatan sketsa peta saja
namun pengamat diberikan stimulus terlebih
dahulu agar daya cipta tentang suatu lingkungan
fisik tertentu dapat diingat, dihayati dan dikenali
dengan lebih baik.
Menurut Bechtel (1987), responden/pengamat
yang terlibat dalam penelitian pemahaman
lingkungan (kota) disebut dengan isitilah
"research participants", digolongkan dalam tiga
kelompok, yaitu:
a. Mahasiswa yang berasal dari universitas
(university samples), terdiri dari :
1). Mahasiswa bagian arsitektur, desain dan
perencanaan;
2). Mahasiswa diluar bagian tersebut diatas
b. Kelompok ahli lingkungan (environmental
professionals)
c. Warga yang bertempat tinggal (community
samples)
4. Hubungan citra kota dengan identitas dan
karakter kota
Menurut Pocock (1978), citra adalah
merupakan hasil dari adaptasi kognitif terhadap
kondisi yang potensial mengenai stimulus pada
bagian kota yang telah dikenal dan dapat
dipahami melalui suatu proses berupa reduksi
dan simplifikasi.
Lynch (dalam Pocock, 1978), berpendapat
bahwa citra merupakan suatu senyawa dari
atribut-atirbut dan pengertian fisik, tetapi secara
sengaja memilih untuk berkonsentrasi pada
fungsi bentuk, dengan mengembangkan hipotesis
bahwa pengatahuan manusia mengenai kota
merupakan fungsi dari imageabilitasnya. Citra
kota ditentukan oleh pola dan struktur
lingkungan fisik yang dalam perkembangannya
dipengaruhi oleh faktor: sosial, ekonomi, budaya,
kelembagaan, adat isitiadat serta politik yang
pada akhirnya akan berpengaruh pula dalam
penampilan (performance) fisiknya.
Menurut Budihardjo (1991), terdapat 6 tolok
ukur yang sepantasnya digunakan dalam penggalian, pelestarian dan pengembangan citra
kota , yaitu :
1). Nilai kesejarahan; baik dalam arti sejarah
perjuangan nasional (Gedung Proklamasi,
Tugu Pahlawan) maupun sejarah perkembangan
kota (Kota Lama di Semarang,
Kawasan Malioboro di Yogyakarta)
2). Nilai arsitektur lokal/tradisional; (terdapat
keraton, rumah pangeran)
3). Nilai arkeologis; (candi-candi, benteng)
4). Nilai religiositas; (masjid besar, tempat
ibadah lain)
5). Nilai kekhasan dan keunikan setempat; baik
dalam kegiatan sosial ekonomi maupun
sosial budaya
6). Nilai keselarasan antara lingkungan buatan
dengan potensi alam yang dimiliki.
Kualitas fisik yang diberikan oleh suatu kota
dapat menimbulkan suatu image yang cukup kuat
dari seorang pengamat. Kualitas ini disebut
dengan imageability (imagibilitas) atau kemampuan
mendatangkan kesan. Imagibilitas mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan legibility
(legibilitas), atau kemudahan untuk dapat
dipamahi/dikenali dan dapat diorganisir menjadi
satu pola yang koheren.
Citra terhadap suatu kota berkaitan erat
dengan tiga komponen, yaitu: identitas dari
beberapa obyek/elemen dalam suatu kota yang
berkarakter dan khas sebagai jatidiri yang dapat
membedakan dengan kota lainnya; struktur,
yaitu mencakup pola hubungan antara
obyek/elemen dengan obyek/elemen lain dalam
ruang kota yang dapat dipahami dan dikenali
oleh pengamat, struktur berkaitan dengan fungsi
kota tempat obyek/elemen tersebut berada;
makna merupakan pemahaman arti oleh
pengamat terhadap dua komponen (identitas dan
struktur kota) melalui dimensi: simbolik ,
fungsional, emosional, historik , budaya, politik
(Sudrajat,1984).
".......... kota yang begitu mudah untuk
dibayangkan ketinggian daya cipta yang
ada didalamnya serta kehidupan sekitarnya
dan kompleks gedung-gedungnya atau
interior gedung-gedungnya adalah salah
satu hal yang dianggap sebagai sistem
komponen yang terstruktur secara baik
yang saling berkaitan antara komponen
yang satu dengan yang lainnya" (Lynch
dalam Lang, 1987).
Mengacu telaah teori Lynch, suatu bentuk
kota merupakan produk dari konsep keteraturan
berupa geometri dan organik , sedang falsafah
yang mendasari adalah orientasi, dan orientasi
dapat terbentuk melalui waktu dan jarak.
Kota akan lebih tepat bila dipandang
sebagai suatu loka (loci, place, tempat). Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa kota tersebut
menyediakan ruang (space) untuk kegiatan,
untuk orientasi, disamping mempunyai karakter
(character) sebagai jiwa tempat, untuk identifikasi
(Schulz, 1980). Karakter yang spesifik
dapat membentuk suatu identitas, yang merupakan
suatu pengenalan bentuk dan kualitas
ruang sebuah daerah perkotaan, yang secara
umum disebut a sense of place. Dalam gambar 4
dijelaskan hubungan antara citra kota, karakter
kota dan identitas kota.
Identitas kota menurut Kevin Lynch :
".... tidak dalam arti keserupaan suatu
obyek dengan yang lain, tetapi justru
mengacu kepada makna individualitas yang
mencerminkan perbedaannya dengan obyek
lain serta pengenalannya sebagai entitas
tersendiri" (Lynch, 1960)
" .... identitas kota adalah citra mental yang
terbentuk dari ritme biologis tempat dan
ruang tertentu yang mencerminkan waktu
(sense of time), yang ditumbuhkan dari
dalam secara mengakar oleh aktivitas
sosial-ekonomi-budaya masyarakat kota itu
sendiri (Lynch, 1972).
Gambar 4. Hubungan antara Citra, Identitas
dan Karkater Kota.
Inti dari penelitian Lynch berkaitan dengan
pengidentifikasian berbagai elemen struktur fisik
sejumlah kota yang menjadikan kota-kota
tersebut menjadi dapat digambarkan dan
dibayangkan citranya. Lynch (1960) menyimpulkan
bahwa ada lima kategori elemen yang
dipergunakan orang untuk menstrukturkan
gambaran kognisi dari sejumlah tempat.
Elemen-elemen dasar tersebut adalah:
a. Tanda-tanda yang Mencolok (Landmark)
Landmark adalah elemen penting dari
bentuk kota karena mereka membantu orangorang
untuk mengarahkan diri dan mengenal
suatu daerah dalam kota. Sebuah landmark yang
baik adalah elemen yang berbeda tetapi harmonis
dalam latar belakangnya. Termasuk dalam
kategori landmark adalah: gedung, patung, tugu,
jembatan, jalan layang, pohon, penunjuk jalan,
sungai dan lampu-lampu hias. Menurut
Portoeous (1977) (dalam Lang, 1987), landmark
adalah merupakan rujukan (referensi) yang
merupakan tanda-tanda atau petunjuk eksternal
bagi para pengamat dan itu dibuat secara tunggal
karena mempunyai maksud agar mudah
dibedakan secara visual dengan yang lainnya.
b. Jalur-jalur Jalan (path)
Adalah jalur-jalur sirkulasi yang digunakan
oleh orang untuk melakukan pergerakkan.
Sebuah kota mempunyai jaringan jalur utama
(major routes) dan sebuah lingkungan (minor
routes). Sebuah bangunan mempunyai beberapa
jalur utama yang digunakan untuk mencapainya
dan bergerak darinya. Sebuah jaringan jalan raya
kota adalah jaringan pathway untuk seluruh kota.
c. Titik Temu antar Jalur (nodes)
Sebuah nodes adalah pusat aktivitas yang
sesungguhnya adalah sebuah tipe dari landmark
tetapi berbeda karena fungsinya yang aktif.
Nodes dapat juga berupa perempatan atau
pertigaan.
d. Batas-batas Wilayah (edges)
Edges membedakan antara wilayah yang
satu dengan wilayah yang lainnya, misalnya
daerah pemukiman dibatasi oleh sungai, daerah
pertokoan dibatasi oleh gerbang-gerbang tol
menuju tempat parkir, atau pagar lapangan golf
yang luas membatasi wilayah perindustrian
terhadap wilayah pemukiman.
e. Distrik (district)
Distrik adalah wilayah-wilayah homogen
yang berbeda dari wilayah-wilayah lain,
misalnya pusat perdagangan ditandai oleh
bangunan-bangunan bertingkat dengan lalu-lintas
yang padat dan daerah-daerah kantor-kantor
kedutaan besar negara asing ditandai oleh rumahrumah
besar dengan halaman-halaman luas serta
jalan-jalan lebar bertipe boulevard (dengan
taman atau pohon-pohon di jalur tengah) serta
kawasan khusus atau bersejarah yang terdiri dari
sekumpulan bangunan-bangunan kuno/bersejarah.
Suatu kontribusi khusus dari teori Gestalt
mengenai pemahaman lingkungan merupakan
aplikasi dari "prinsip-prinsip organisasi" yang
melandasinya yang memungkinkan individu
pengamat untuk melihat suatu kumpulan stimuli
tersendiri sebagai satu pola yang holistik
(Pocock, 1978).
Gambaran tentang teori organisasi visual
Gestalt dapat diperinci sebagai berikut (Pocock,
1978):
1). Proksimitas, memungkinkan individu pengamat
untuk melihat elemen-elemen yang
secara spasial dekat satu dengan yang
lainnya apabila dikaitkan dalam satu pola;
2). Similaritas, memungkinkan individu pengamat
untuk melihat elemen-elemen yang
serupa (mirip) dalam bentuk atau warnanya
apabila dikaitkan dalam satu pola;
3). Kontinuitas, memungkinkan individu pengamat
untuk melihat beberap elemen yang
dikelompokkan bersama-sama dalam satu
barisan;
4). Closure, memungkinkan individu pengamat
untuk melihat elemen-elemen yang membentuk
gap-gap kecil tertutup pada suatu
kawasan dan melihatnya sebagai satu
kesatuan.
Penggunaan hukum Gestalt mengenai
organisasi visual dapat menjelaskan observasi
Lynch tentang peta-peta kognitif. Path dan edges
merupakan elemen-elemen kelanjutan (kontinuitas),
district dapat dijelaskan sebagai elemen
kedekatan dan kesamaan (proksimitas dan
similaritas), sedangkan landmark terdiri dari
sejumlah elemen yang tidak serupa atau berbeda
dengan lingkungan sekitarnya (disimilaritas).
Nodes sulit untuk dijelaskan dengan menggunakan
terminologi hukum Gestalt, namun dalam
keadaan tertentu nodes dapat dianalogikan
sebagai district dalam skala lebih sempit (Lang,
1987).
Dari keseluruhan penelitian tentang peta
mental dan orientasi manusia dalam tatanan
lingkungan membuktikan bahwa teori organisasi
visual Gestalt adalah merupakan pemerkira
(prediktor) terhadap gambaran rinci (feature)
dari sebuah kota yang mempunyai pengaruh
penting bagi orang-orang yang akan mediami
atau menyelidiki tentang elemen-elemen dan
sistem yang terdapat dalam kota tertentu (Lihat
gambar 5).
Gambar 5. Penggunaan Hukum Gestalt
dalam Pemahaman Citra Kota
(Sumber: Lang, 1987)
5. Aspek Pengukuran dalam Pemahaman
Citra (image) Kota
Kemampuan pengamat dalam memahami
citra (image) suatu kota selalu berbeda atau
bersifat subyektif, karena daya kognisi sangat
tergantung kepada pengalaman, akibatnya
muncul masalah tentang cara pengukuran, dalam
hal ini terdapat beberapa pendekatan, yaitu:
1). Pendekatan fenomenologis, yaitu mengadakan
telaah deskriptip dari pengalaman
pengamat dalam menghayati suatu lingkungan
kota;
2). Pendekatan Fungsional, yaitu pengukuran
laboratoris terhadap pengamat yang diberikan
stimulus. Pendekatan ini bersifat
kuantitatif;
3). Gabungan pendekatan fenomenologis dan
fungsional disebut dengan mekanisme
persepsi kognisi.
Salah satu cara yang bermanfaat untuk
melihat pada persoalan-persoalan mengenai
interaksi pengamat dan lingkungan kota adalah
dengan memandang pengukuran penghayatan
citra (image) kota sebagai suatu proses pertanda
(Rieser dalam Pocock, 1978). Dalam hal ini
mengharuskan pengukuran pemahaman citra
(image) dipandang sebagai suatu reaksi terhadap
susunan stimuli tertentu.
Mode presentasi dapat sangat bervariasi
dalam bentuk dan derajat penstrukturannya.
Secara mendasar terdapat dua macam tipe
pertanda (sign process) apabila berkaitan dengan
stimuli, yaitu (Pocock, 1978):
a. Sinyal, merupakan stimulus langsung dari
lingkungan; pengamat pada dasarnya berada
di lapangan. Namun demikian terdapat
kendala dan masalah yang berat yang
berasosiasi dengan pendekatan ini, baik teknis
maupun finansial;
b. Simbol, merupakan pengganti untuk sinyal
secara langsung, sebagai contoh simbol dapat
berupa foto, peta, sketsa atau label verbal
yang berkaitan dengan suatu area atau tempat.
Simbol digunakan untuk membangkitkan
respon pengamat.
Craig (dalam Pocock, 1987), merumuskan
adanya tipologi pada metode-metode presentasi
stimulus yang disajikan kepada pengamat dalam
pemahaman citra kota, yaitu:
a. Realitas, pengamat dibawa ke lokasi untuk
memberikan respon dan pengenalan terhadap
obyek-obyek tertentu di kawasan tersebut.
b. Ikonis, dengan cara memperlihatkan suatu
seleksi dari sejumlah foto-foto area, pengamat
diminta untuk mengenali obyek-obyek yang
terdapat dalam foto tersebut;
c. Grafis, dengan cara membuat sketsa-sketsa
peta terhadap area kota dengan sedikit
mengendalikan interpretasi pengamat mengenai
jarak dan bentuk;
d. Verbal, suatu cara penyingkapan dalam area
aktual, menggunakan sejumlah pertanyaan
yang diajukan terhadap pengamat yang
menyangkut pengalaman/pengetahuan tentang
area-area tertentu;
KESIMPULAN
Hubungan timbal balik manusia dengan
lingkungan perkotaan merupakan proses dua
arah yang konstruktif, didukung baik oleh cirisifat
yang dapat memberikan image (citra)
lingkungan, maupun oleh ciri-sifat kegiatan dan
kejiwaan manusia.
Salah satu upaya untuk mencoba memahami
citra lingkungan perkotaan dapat dilakukan
dengan cara mengetahui peta mental manusia
sebagai pengamat. Peta mental mempersoalkan
cara pengamat memperoleh, mengorganisasi,
menyimpan, dan mengingat kembali informasi
tentang lokasi, jarak dan susunan dalam
lingkungan kota.
Citra terhadap suatu kota berkaitan erat
dengan tiga komponen, yaitu: identitas dari
beberapa obyek/elemen dalam suatu kota yang
berkarakter dan khas sebagai jatidiri yang dapat
membedakan dengan kota lainnya; struktur,
yaitu mencakup pola hubungan antara obyek/
elemen dengan obyek/elemen lain dalam ruang
kota yang dapat dipahami dan dikenali oleh
pengamat, struktur berkaitan dengan fungsi kota
tempat obyek/elemen tersebut berada; makna
merupakan pemahaman arti oleh pengamat
terhadap dua komponen (identitas dan struktur
kota) melalui dimensi: simbolik , fungsional,
emosional, historik , budaya, politik .
Penelitian tentang citra kota menjadi sangat
penting untuk mengetahui apakah produk
rancangan suatu kota berhasil/tidak berhasil
dipahami oleh masyarakat luas sebagai pengamat.